Jakarta, 10 Agustus 2010, langit mungkin sedang cerah waktu itu, kayak senyuman pertama Sarah yang katanya manis banget. Namanya lengkapnya Sarah Husniah, tapi semua orang manggil dia cukup Sarah aja, sederhana tapi penuh makna, kayak dia yang selalu sederhana tapi hatinya luas banget.
Sarah itu anak kedua dari tiga bersaudara, ayahnya bernama Pak Zaenudin dan ibunya Bu Supriyanti. Dari kecil, punya hobi yang nggak semua anak kecil zaman sekarang suka – belajar dan mengaji. Iya, di saat anak lain sibuk main game atau nonton kartun, Sarah justru asyik ngulik huruf-huruf hijaiyah atau sibuk nulis dan gambar di bukunya.
Mimpinya? Nggak muluk-muluk. Dia cuma pengen jadi ustadzah. Bayangin, di usia empat tahun aja dia udah hafal surah-surah pendek di Al-Quran, padahal sebagian dari kita waktu segitu mungkin masih bingung bedain huruf A sama B.
Awal Mula Sakit
Waktu masih TK, dia mulai ngerasa nggak enak badan. Awalnya sih cuma batuk, pilek, sama demam. Klasik lah, kayak sakit biasa yang sering kita anggap remeh. Tapi ternyata, ini bukan flu biasa.
Udah bolak-balik ke klinik, dokter bilang cuma radang. Tapi anehnya, telinganya sakit terus, matanya juga sering berair. Sampai akhirnya, dirujuk ke rumah sakit buat cek THT, tapi hasilnya? Normal.
Belum selesai misteri sakitnya, tiba-tiba senyuman Sarah jadi miring. Dokter bilang itu Bell’s Palsy – gangguan saraf wajah yang bikin otot-otot di satu sisi wajah jadi lemah. Dia sempat terapi dua minggu, tapi, malah muncul benjolan di belakang telinganya.
Akhirnya, Sarah di bawa ke RSUD Pasar Rebo buat cek darah. Hasilnya? Leukositnya tinggi. Dari situ, di rujuk ke RSCM buat pemeriksaan lebih lanjut. Setiap minggu, harus cek darah, tapi penyakitnya belum juga ketahuan. Hari-hari makin berat. Mata makin menonjol, dan rasa sakit di kakinya makin parah. Setelah pemeriksaan panjang, akhirnya terungkap: Leukemia AML M5—jenis kanker darah yang agresif.
Dari September 2016 sampai Februari 2019, Sarah berjuang habis-habisan. Di usia sekecil itu, dia udah ngerti gimana rasanya sakit yang bukan main-main. Tapi hebatnya, dia tetap ceria, tetap pintar, tetap jadi anak baik yang nggak pernah lupa buat belajar dan mengaji.
Sayangnya, pada 24 Februari 2019, di RS Harapan Kita, Sarah berpulang. Dia dimakamkan di Kebumen, Jawa Tengah—kampung halaman keluarga yang pasti selalu merindukan tawa kecilnya.
Tentang Sarah
Di tengah perjuangannya, dia nggak cuma mikirin dirinya sendiri. Dia sangat peduli sama teman-teman seperjuangannya. Setiap kali kontrol atau kemoterapi ke rumah sakit, dia selalu minta ke ayah atau ibunya buat dibawain mainan, susu, atau pampers buat teman-temannya.
Lihat senyuman dari teman-temannya karena dapet hadiah kecil darinya aja, udah cukup bikin dia bahagia. Justru itu yang jadi bahan bakar semangatnya buat terus menjalani pengobatan—karena baginya, berbagi itu obat terbaik buat tetap kuat.
Sampai sebelum akhir hidupnya, Sarah bahkan sempat nitip pesan ke ayahnya:
“Ayah, jangan berhenti bantu teman-teman Sarah.”
Satu kalimat sederhana yang jadi amanah seumur hidup buat Ayah.
Selama berjuang, Pak Zaenudin atau yang akrab di panggil Ayah Sarah udah mulai membentuk komunitas kecil bernama Sahabat Ayah Sarah. Tapi, sepeninggal putri kecilnya, amanah itu nggak berhenti di situ.
Pada Agustus 2021, Ayah mendirikan Yayasan Sahabat Ayah Sarah. Bukan cuma buat mengenang, tapi juga buat nerusin semangat berbagi yang udah di tanamkan sama putri kecilnya.
Mimpi-mimpi Sarah pun perlahan di wujudkan. Yayasan ini akhirnya punya Rumah Singgah dan sebuah mobil ambulans yang bisa di manfaatkan buat bantu anak-anak pejuang kanker lainnya menjemput kesembuhan.
Warisan Kecil dari Seorang Pejuang Besar
Mungkin hidup Sarah singkat, tapi semangatnya panjang. Keinginannya buat jadi ustadzah mungkin nggak kesampaian, tapi siapa tahu, ceritanya bisa jadi inspirasi buat banyak orang: supaya lebih menghargai hidup, lebih rajin berbagi, atau sekadar lebih peduli sama yang sedang berjuang.
Karena, seperti yang sering dibilang orang bijak, bukan soal seberapa lama kita hidup, tapi seberapa banyak kebaikan yang kita tinggalkan. Dan Sarah? Udah ninggalin jejak yang nggak akan pernah hilang—di hati keluarga, teman seperjuangan, dan semua orang yang terinspirasi dari kisahnya.